Selasa, 30 Maret 2010

SURAT RINDU BUAT PAPA TERCINTA

Empat belas tahun yang lalu, tepatnya pertengahan tahun 1996 saya meninggalkan kampung halamanku menuju Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Orang tuaku menganjurkan saya untuk kuliah di bidang kesehatan entah kedokteran , keperawatan, farmasi atau analis di laboratorium. Terserah saya mau pilih yang mana di antara itu semua. Sayangnya saya sama sekali tidak tertarik salah satupun di antaranya. Dalam hati dan pikiran saya saat itu hanya satu, hidup membiara, mau jadi Imam. Tetapi restu dari kedua orang tua tak kudapatkan. Yang ada, saya di suruh ke Jakarta. Keinginan untuk hidup di balik tembok biara terpaksa kukubur dalam-dalam....Tiba di Jakarta, ternyata saya tidak bisa melanjutkan kuliah seperti yang direncanakan sebelumnya. Seminggu lamanya saya nginap di sebuah rumah sakit swasta karena menderita demam berdarah. Uang yang saya bawa dari kampung untuk biaya kuliah habis terpakai untuk biaya rumah sakit...Jadinya setahun di Jakarta hanya menganggur saja. Kerasnya hidup di kota metropolitan ini, terpaksa menggiring saya untuk hijrah ke kota pahlawan, Surabaya. Di Surabaya inilah saya melanjutkan kuliah yang sempat tertunda. Saya kuliah di sebuah akademi keperawatan, dan selepas kuliah  saya langsung bekerja di rumah sakit yang kebetulan satu yayasan dengan tempat saya kuliah...

Berada jauh dari orang tua dan sanak saudara di Manggarai, Flores membuat hati saya diliputi oleh rasa rindu yang mendalam. Jauhnya jarak antara Surabaya dan Flores dengan biaya perjalanan yang tidak sedikit sudah cukup untuk mengurungkan niat saya untuk bertemu mereka setiap tahun. Untuk melepaskan rasa kangenku itu, terpaksa saya harus menulis surat buat mereka kurang lebih dua atau tiga bulan sekali. Waktu itu belum ada handphone seperti sekarang ini, sehingga surat menyuratlah cara kami berbagi informasi dan mengungkapakan kerinduan di antara kami. Saya sangat rajin menanyakan keadaan kampung halaman yang sudah lama kutinggalkan itu, kabar tentang sawah juga selalu masuk dalam pembicaraan apabila saya menulis surat. Papa selalu rajin menceritakan semuanya itu untuk saya.

Selepas kuliah, intensitas surat menyurat ini semakin berkurang. Saya mulai sibuk dengan pekerjaanku, juga karena saya tidak harus minta uang lagi ke rumah. Karena inti dari setiap surat yang saya buat selama kuliah adalah mengajukan proposal permohonan biaya kuliah dan asrama. Empat tahun terakhir kebiasaan surat menyurat itu sudah tidak pernah dibuat lagi. Seingat saya, Papa Loleng menulis surat buat saya sekitar bulan Agustus 2006. Setelah itu kami mulai berkomunikasi lewat hape, walaupun harus pergi ke rumah tetangga karena hape tidak bisa di bawa kemana-mana lantaran hapenya harus tersambung dengan kabel antena biar mendapatkan signal. Tetapi hal itu sudah sangat membantu kami. 

Kini, tiba-tiba saya punya kerinduan untuk membuat atau menulis surat buat Papa Loleng, karena dialah yang paling rajin membalas semua surat saya. Walaupun kusadari bahwa Papa tidak akan mungkin membalas surat saya lagi karena Papa sudah berada bersama BAPA  di Surga.. Ya, Oktober tiga tahun lalu, Papa dipanggil kembali menghadap Sang Empunya Kehidupan.. Didasari oleh kebiasaan masa lalu bersama Papa dan kerinduan untuk mengulanginya lagi maka kali ini kutuliskan surat kangen/rinduku buat Papa tercinta :

"Buat yang terkasih Papa Loleng di Surga....
Papa, selamat bersua lagi dengan anak bungsumua yang saat ini masih berada jauh di tanah rantauan. Sudah lama sekali rasanya kita tidak saling berbagi cerita melalui surat. Gimana kabar Papa saat ini? sehat-sehat saja bukan? Saya yakin Papa saat ini berada dalam kondisi yang sehat dan diliputi oleh perasaan bahagia yang luar biasa, karena Papa berada sangat dekat dengan Sang Empunya Kehidupan dan Sumber Kebahagiaan. Gimana pula kabarnya Kak Egi, Kakek Tadeus dan Nene Nahung, to'a Ano dan tanta Maria serta keluarga kita yang lain di sana? Papa ketemu dengan mereka semua kan di sana? Salam rinduku buat mereka semua....

Anakmu saat ini masih berada di Surabaya Pa dan berada dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Sebentar lagi akan pulang ke kampung karena saya sudah lulus PNS sesuai harapan Papa dulu. Mama Revan juga sudah lulus Pa, hanya dia lulusnya di Surabaya, jadi belum bisa langsung pulang bareng saya nanti. Nanti setelah dua tahun baru dia bisa pulang. Tolong doakan ya Pa, biar proses mutasinya nanti berjalan lancar dan sukses tanpa banyak hambatan. saat ini mama revan bekerja di sebuah puskesmas di Surabaya. cukup dekat dengan rumah kontrakan tempat kami tinggal saat ini.

Oh iya, cucu Papa si Revan sudah besar lho Pa..Dia sudah berumur dua setengah tahun...tambah pintar tetapi juga tambah bandel. suka melawan kalau dimarahi. teman-temannya banyak, dia suka main ke rumah tetangga atau kalau tidak teman-temannya dia ajak ke rumah. maiannya dikeluarkan semua dari dosnya dan jadilah rumah kami jadi taman bermain untuk anak-anak sekompleks. 

Papa sudah dapat kabar dari kakak-kakak di Jakarta? Ano sudah punya adek laki-laki pa, namanya Bedy, kak Thedy juga baru mendapatkan momongannya, perempuan anaknya pa..Ka Udis juga lho pa, ada anggota baru hadir di tengah keluarga mereka. ada orang yang baru melahirkan dan tidak bisa membiayai hidupnya dan anaknya itu. jadilah dia menyerahkan anaknya itu untuk dirawat dan dibesarkan oleh kak Udis sekeluarga..

Papa tersayang, kami semua sangat merindukan Papa. ingin rasanya kita ngobrol panjang lebar di sini. tetapi itu tidak mungkin karena saya harus melanjutkan pekerjaanku yang lain. Cucu Papa juga sudah menangis minta di temani main. Saya pasti akan selalu mengabari Papa keadaan kami semua lewat surat-suratku berikutnya dan juga lewat doa-doa kami. Sampai disini dulu ya Pa, kabar dari kami. Jangan lupa untuk selalu membisikkan doa kepada BAPA di Surga, biar kami di sini sehat-sehat dan bisa menyelesaikan tugas-tugas dengan baik. Jangan lupa juga untuk menyampaikan salam rindu kami buat semua saudara kita yang sudah bersama Papa di Rumah Abadi yang penuh kedamaian dan kebahagiaan....salam sayang dari kami semua.... 

Tak terasa air mata membasahi pipiku. Rasanya saya begitu larut dalam kerinduanku kepada Papa. Disamping saya begitu kangen sama Papa, saya juga menyadari bahwa surat ini tidak akan pernah dibalas lagi oleh Papa seperti surat-suratku yang lalu. Saya tersentak dari lamunanku oleh teriakan Revan yang memanggil aku untuk segera bermain tembak-tembakan dengannya......
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar